Pengujian protein
Pengujian protein
Secara rutin, analisa protein dalam bahan makanan yang terutama
adalah untuk tujuan menera jumlah kandungan protein dalam bahan
makanan. Peneraan jumlah protein dalam bahan makanan umumnya
dilakukan berdasarkan peneraan empiris (tidak langsung), yaitu melalui
penentuan kandungan N yang ada dalam bahan. Penentuan dengan cara
langsung atau absolut, misalnya dengan pemisahan, pemurnian atau
penimbangan protein, akan memberikan hasil yang lebih tepat tetapi
juga sangat sukar, membutuhkan waktu lama, keterampilan tinggi dan
mahal.
Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah
dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu
bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli
ilmu kimia Denmark pada tahun 1883.
Dalam penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari
protein saja yang ditentukan. Akan tetapi secara teknis hal ini sulit
sekali dilakukan dan mengingat jumlah kandungan senyawa lain selain
protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan jumlah N
total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar
protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl ini dengan demikian
sering disebut kadar protein kasar (crude protein).
Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl ini adalah hasil
penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein
alamiah mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni).
Untuk senyawa-senyawa protein tertentu yang telah diketahui kadar
unsur N-nya, maka angka yang lebih tepat dapat dipakai. Apabila
jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui (dengan berbagai cara)
maka jumlah protein dapat diperhitungkan dengan :
76
( )
( )
Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau yang belum diketahui
komposisi unsur penyusunnya secara pasti, maka faktor perkalian 6,25
inilah yang dipakai. Sedangkan untuk protein tertentu yang telah
diketahui komposisinya dengan lebih tepat maka faktor perkalian yang
lebih tepatlah yang dipakai. Misalnya faktor perkalian yang telah
diketahui adalah :
5,70 untuk protein gandum
6,38 untuk protein susu
5,55 untuk gelatin (kolagen yang terlarut)
Penentuan protein berdasarkan jumlah N menunjukkan protein kasar
karena selain protein juga terikut senyawa N bukan protein misalnya
urea, asam nukleat, amonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin dan
pirimidin.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu destruksi, destilasi dan titrasi :
Sampel didestruksi dengan adanya asam kuat dengan bantuan katalis
yang akan mengubah nitrogen amin menjadi ion amonium.
Ion amonium diubah menjadi gas amonia yang selanjutnya dipanaskan
dan didestilasi. Gas amonia ditampung dalam larutan penampung yang
larut kembali menjadi ion amonium.
Sejumlah amonia yang telah ditampung ditentukan melalui titrasi
dengan larutan baku dan selanjutnya dibuat perhitungan.
Secara rutin, analisa protein dalam bahan makanan yang terutama
adalah untuk tujuan menera jumlah kandungan protein dalam bahan
makanan. Peneraan jumlah protein dalam bahan makanan umumnya
dilakukan berdasarkan peneraan empiris (tidak langsung), yaitu melalui
penentuan kandungan N yang ada dalam bahan. Penentuan dengan cara
langsung atau absolut, misalnya dengan pemisahan, pemurnian atau
penimbangan protein, akan memberikan hasil yang lebih tepat tetapi
juga sangat sukar, membutuhkan waktu lama, keterampilan tinggi dan
mahal.
Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah
dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu
bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli
ilmu kimia Denmark pada tahun 1883.
Dalam penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari
protein saja yang ditentukan. Akan tetapi secara teknis hal ini sulit
sekali dilakukan dan mengingat jumlah kandungan senyawa lain selain
protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan jumlah N
total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar
protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl ini dengan demikian
sering disebut kadar protein kasar (crude protein).
Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl ini adalah hasil
penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein
alamiah mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni).
Untuk senyawa-senyawa protein tertentu yang telah diketahui kadar
unsur N-nya, maka angka yang lebih tepat dapat dipakai. Apabila
jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui (dengan berbagai cara)
maka jumlah protein dapat diperhitungkan dengan :
76
( )
( )
Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau yang belum diketahui
komposisi unsur penyusunnya secara pasti, maka faktor perkalian 6,25
inilah yang dipakai. Sedangkan untuk protein tertentu yang telah
diketahui komposisinya dengan lebih tepat maka faktor perkalian yang
lebih tepatlah yang dipakai. Misalnya faktor perkalian yang telah
diketahui adalah :
5,70 untuk protein gandum
6,38 untuk protein susu
5,55 untuk gelatin (kolagen yang terlarut)
Penentuan protein berdasarkan jumlah N menunjukkan protein kasar
karena selain protein juga terikut senyawa N bukan protein misalnya
urea, asam nukleat, amonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin dan
pirimidin.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu destruksi, destilasi dan titrasi :
Sampel didestruksi dengan adanya asam kuat dengan bantuan katalis
yang akan mengubah nitrogen amin menjadi ion amonium.
Ion amonium diubah menjadi gas amonia yang selanjutnya dipanaskan
dan didestilasi. Gas amonia ditampung dalam larutan penampung yang
larut kembali menjadi ion amonium.
Sejumlah amonia yang telah ditampung ditentukan melalui titrasi
dengan larutan baku dan selanjutnya dibuat perhitungan.
Komentar
Posting Komentar